BAB
1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Periode
saat ini merupakan era penyakit degenerative, karena komunikasi yang lebih baik
dengan masyarakat barat serta adopsi cara kehidupan barat sehingga
penyakit-penyakit degenerative seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan
Diabetes Melitus menjadi meningkat. Diantara penyakit degenerative, Diabetes
Melitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa dating. Diabetes Melitus merupakan penyakit menahun yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal karena glukosa
darah tidak dapat digunakan oleh tubuh akibat kekurangan hormone insulin atau
kerja hormon insulin terganggu. Diabetes Melitus sudah merupakan salah satu
ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.
Menurut
data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita
Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar
5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006
diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14
juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka
baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur. Jumlah penderita DM di
dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat, jumlah pasien DM di dunia dari
tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih 150 juta, tahun 2000= 175,4 juta
(1 ½ kali tahun 1994), tahun 2010=279,3 juta (+ 2 kali 1994) dan tahun 2020 =
300 juta atau + 3 kali tahun 1994. Di Indonesia atas dasar prevalensi + 1,5 %
dapatlah diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta,
1998= 3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 = 6,5 juta.
Dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi masih dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti hepatitis B dan AIDS. Dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degenerative diantaranya Diabetes Melitus meningkat dengan tajam. Perubahan pola penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan kebarat-baratan. Disamping itu cara hidup yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untu olahraga. Pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit DM Jumlah pasien Diabetes Melitus dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan dating akan sangat meningkat.
Dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi masih dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti hepatitis B dan AIDS. Dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degenerative diantaranya Diabetes Melitus meningkat dengan tajam. Perubahan pola penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan kebarat-baratan. Disamping itu cara hidup yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untu olahraga. Pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit DM Jumlah pasien Diabetes Melitus dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan dating akan sangat meningkat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Diabetes Melitus
Istilah diabetes melitus berasal dari bahasa
Yunani. Diabetes artinya mengalir terus. Sekitar tahun 1960, DM diartikan
sebagai metabolisme yang dimasukkkan ke dalam kelompok gula darah yang melebihi
batas normal atau hiperglikemia (lebih dari 100 mg/l), sehingga DM disebut
penyakit gula. Adanya gula di dalam air seni (glukosuria) menyebabkan diabetes
melitus disebut kencing manis. Gangguan hormon insulin merupakan dasar
terjadinya gejala pada diabetes melitus. Insulin diproduksi organ pankreas yang
terletak di hati dan berperan dalam melepaskan dan menyimpan bahan bakar tubuh.
Hormon ini dipesan sesuai “pesanan” artinya kadarnya dapat naik dan turun
tergantung kebutuhan. Insulin bekerja pada keadaan “makan” dan “puasa”. Setelah
makan banyak, kadar insulin akan meningkat dan gula (glukosa) akan disimpan
oleh tubuh. Saat puasa, kadar insulin akan turun dan gula yang disimpan dalam tubuh
seperti hati, otot, dan lemak dilepaskan untuk memenuhi kebutuhan. Semakin lama
puasa, energi yang tadinya berasal dari pemecahan gula semakin habis,
digantikan lemak dan protein yang dapat menimbulkan efek merugikan. Kadar
insulin pada DM terus menerus rendah atau kadarnya cukup tetapi tidak efektif
sehingga meskipun penyandang DM sudah makan banyak, insulin tidak meningkat dan
tubuh tidak dapat menyimpan gula berlebihan (Pulungan dan Herqutanto 2009).
Diabetes melitus terdiri atas dua tipe utama,
yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang
berkembang pada anak-anak atau dewasa di bawah umur 30 tahun. Orang yang
mengidap DM tipe 1 harus menerima suntikan insulin agar dapat terus hidup. DM
tipe 2 jenis gestasional, diabetes yang biasanya diidap wanita selama masa
kehamilan. Jenis ini berkembang pada masa dewasa. Penyakit ini berkembang
karena kurangnya produksi insulin atau penggunaan insulin yang kurang efektif
(Paran 2008).
Gejala diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 tidak
banyak berbeda. Hanya gejalanya ringan dan prosesnya lambat bahkan kebanyakan
orang tidak merasakan adanya gejala. Akibatnya penderita baru mengetahui
menderita diabetes melitus setelah timbul komplikasi seperti penglihatan
menjadi buta, timbul penyakit jantung, penyakit ginjal, gangguan kulit dan
syaraf, atau bahkan terjadi pembusukan pada kaki (gangren). Gejala yang umum
dirasakan penderita diabetes antara lain sering buang air kecil, sering haus
dan banyak minum, mudah lelah, menurunnya berat badan, gatal, gangguan
imunitas, gangguan mata, dan polyneuropathy. Penyakit ini timbul secara
perlahan-lahan sehingga diabetisi tidak menyadari adanya perubahan seperti
minum menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering, atau berat badan
menurun.
2. Anatomi dan fisiologi Pankreas
2.1. Anatomi Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang
memiliki fungsi utama yakni untuk menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa
hormon penting seperti insulin dan glukagon. Kelenjar pankreas terletak pada
bagian belakang lambung dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari), strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah. Jaringan pancreas
terdiri atas lobula dari sel sekretori yang tersusun mengitari saluran-saluran
halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran kecil dari
lobula yang terletak di dalam ekor pancreas dan berjalan melalui badannya dari
kiri ke kanan.
Panjangnya kira-kira 15 cm dan mengandung sekumpulan
sel yang disebut kepulauan Langerhans, dinamakan Langerhans atas penemunya,
Paul Langerhans pada tahun 1869. Pulau Langerhans, terdiri dari dua macam sel
yaitu alfa dan beta. Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau
Langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta Sel beta memproduksi insulin
sedangkan sel-sel alfa memproduksi glucagons, Juga ada sel delta yang
mengeluarkan
somatostatin dan sel polipeptida pankreas yang mensekresi hormon polipeptida pankreas.
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
somatostatin dan sel polipeptida pankreas yang mensekresi hormon polipeptida pankreas.
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
1.
Kepala (kaput) yang paling lebar
terletak di kanan rongga abdomen, masuk
lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
2.
Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak
dibelakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
3.
Ekor (kauda) adalah bagian runcing di
sebelah kiri sampai menyentuh pada limpa (lien).
2.2.
Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut
sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan
kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim
yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan
hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme
karbohidrat. Kedua hormon ini langsung masuk dalam peredaran darah dan
digunakan untuk mengatur jumlah gula dalam darah. Insulin akan mengubah
kelebihan glukosa darah menjadi glikogen untuk kemudian menyimpannya di dalam
hati dan otot. Suatu saat ketika tubuh membutuhkan tambahan energi, glikogen
yang tersimpan di dalam hati akan diubah oleh glukagon menjadi glukosa yang
dapat digunakan sebagai energi tambahan.
Pankreas menghasilkan :
1. Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
2. Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa.
3. Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
b.Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
c.Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
4.lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
5.enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam amino.
Pankreas menghasilkan :
1. Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
2. Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa.
3. Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
b.Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
c.Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
4.lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
5.enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam amino.
2.3.
Kepulauan Langerhans
Membentuk organ
endokrin yang menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang
diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat
turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan karena itu tidak
diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin
mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalam hal
kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk
mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak.
Pada pankreas paling
sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal yang disekresikan oleh
pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan
glukagon memiliki fungsi penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak. Hormon ketiga, somatostatin berperan dalam pengaturan
sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida pankreas berperan pada fungsi
saluran cerna.
2.4.
Hormon Insulin
Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang. Translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum endoplasma membentuk preprohormon insulin -- melekat erat pada reticulum endoplasma -- membentuk proinsulin -- melekat erat pada alat golgi -- membentuk insulin -- terbungkus granula sekretorik dan sekitar seperenam lainnya tetap menjadi proinsulin yang tidak mempunyai aktivitas insulin. Insulin dalam darah beredar dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit. Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase dalam hati, ginjal, otot, dan dalam jaringan yang lain. Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa ( terletak seluruhnya di luar membrane sel ) dan 2 subunit beta ( menembus membrane, menonjol ke dalam sitoplasma ). Insulin berikatan dengan subunit alfa -- subunit beta mengalami autofosforilasi -- protein kinase -- fosforilasi dari banyak enzim intraselular lainnya.
Insulin
bersifat anabolik, meningkatkan simpanan glukosa, asam-asam lemak, dan
asam-asam amino. Glukagon bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-asam
lemak, dan asam-asam amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua hormon
ini bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar
keadaan disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan
hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma.
Defisiensi
insulin baik absolut maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu
penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan. Defisiensi glukagon
dapat menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes
memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan
hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya.
A.
Sintesis Insulin
1. Insulin
disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom yang melekat pada
retikulum endoplasma (mirip sintesis protein) dan menghasilkan praprohormon
insulin dengan berat molekul sekitar 11.500.
2. Kemudian
praprohormon diarahkan oleh rangkaian "pemandu" yang bersifat
hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna retikulum endoplasma.
Struktur
kovalen insulin manusia
1. Di
retikulum endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin dengan berat
molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma.
2. Molekul
proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke
dalam granul sekretorik dimulai.
3. Di
aparatus golgi, proinsulin yang semua tersusun oleh rantai B—peptida (C)
penghubung—rantai A, akan dipisahkan oleh enzim mirip tripsin dan enzim mirip
karboksipeptidase.
4. Pemisahan
itu akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C peptida. Peptida-C dengan
jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak mempunyai aktivitas
biologik yang diketahui.
B.
Sekresi Insulin
Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans. Sejumlah kondisi intermediet turut membantu pelepasan insulin :
1.
Glukosa: apabila kadar glukosa
darah melewati ambang batas normal—yaitu 80-100 mg/dL–maka insulin akan dikeluarkan
dan akan mencapai kerja maksimal pada kadar glukosa 300-500 mg/dL.
2.
Dalam waktu 3 sampai 5 menit
sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa darah, insulin meningkat
sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin
yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel beta pulau langerhans pancreas. Akan
tetapi, kecepatan sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan,
sebaliknya, dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi insulin
akan berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar normal.
3.
Kira-kira 15 menit kemudian,
sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, sehingga dalam waktu 2 sampai 3
jam akan mencapai gambaran seperti dataran yang baru, biasanya pada saat ini
kecepatan sekresinya bahkan lebih besar daripada kecepatan sekresi pada tahap
awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah
lebih dahulu terbentuk dan oleh adanya aktivasi system enzim yang mensintesis
dan melepaskan insulin baru dari sel.
4.
Naiknya sekresi insulin akibat
stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya kecepatan dan sekresi secara
dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi insulin hampir sama cepatnya,
terjadi dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa
kembali ke kadar puasa.
5.
Peningkatan glukosa darah
meningkatkan sekresi insulin dan insulin selanjutnya meningkatkan transport
glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain, sehingga mengurangi konsentrasi
glukosa darah kembali ke nilai normal.
Asam amino ( arginin dan lisin )
amino
sewaktu tidak ada peningkatan kadar glukosa darah insulin sedikit saja.
a. Pemberian
asam peningkatan sekresi
b. Bila
pemberian insulin pada saat terjadi sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa
dapat peningkatan glukosa darah berlipat ganda saat kelebihan asam amino.
c. Jadi,
asam amino sangat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin.
Tampaknya perangsangan sekresi insulin oleh asam amino merupakan respons yang
sangat bermakna sebab insulin sendiri sebaliknya meningkatkan pengangkutan asam
amino ke dalam sel jaringan demikian juga meningkatkan pembentukan protein
intraselular. Sehingga hal ini menyebabkan insulin sangat berguna untuk
pemakaian asam amino yang berlebihan.
·
Faktor Hormonal: ada beberapa hormon
yang meningkatkan insulin dalam darah, yaitu epinefrin (meningkatkan cAMP
intrasel), kortisol, laktogen plesenta, esterogen dan progestatin.
• Preparat Farmakologi: banyak obat merangsang sekresi insulin, tetapi preparat yang digunakan paling sering untuk terapi diabetes pada manusia adalah senyawa sulfaonilurea.
• Preparat Farmakologi: banyak obat merangsang sekresi insulin, tetapi preparat yang digunakan paling sering untuk terapi diabetes pada manusia adalah senyawa sulfaonilurea.
Faktor
lain yang dapat merangsang sekresi insulin
1. Asam amino
Yang paling berpengaruh arginin dan lisin. Apabila
pemberian asam amino dilakukan pada tidak ada peningkata glukosa darah, hanya
menyebabkan peningkatan sekresi insulin sedikit saja. Apabila pemberian ini
dilakukan ketika terjadi peningkatan glukosa darah maka terjadi hipersekresi
dari insulin. Tampaknya perangsangan insulin oleh asam amino merupakan respon
yang sangat bermakna sebab insulin sendiri sebaliknya meningkatkan pengangkutan
asam amino kedalam sel-sel jaringan demikian juga meningkatkan pembentukan
protein intraselular. Jadi insulin sangat berguna untuk pemakaian asam amino
yang berlebih dalam cara yang sama bahwa insulin penting bagi penggunaan
karbohidrat. Jadi asam amino ini dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap
sekresi insulin.
2. Hormon gastrointestinal
Campuran beberapa hormon yang pencernaan yang
penting gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptida penghambat asam lambung
(yang tampaknya merupakan hormon terkuat yang dikeluarkan oleh kelenjar
pencernaan) akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah banyak. Hormon ini
dilepaska ketika setelah makan. Selanjutnya hormon ini akan menyebabkan
antisipasi insulin dalam darah yang merupakan suatu persiapan agar glukosa dan
asam amino dapat diabsorbsi. Hormon ini bekerja sama dengan asam amino yaitu
meningkatkan sensitivitas respon insulin untuk meningkatkan glukosa darah, yang
hampir mengdakan kecepatan sekresi insulin bersamaan dengan naiknya glukosa darah.
3.
Hormon lain dan sistem saraf otonom
Hormon-hormon yang dapat meningkatkan sekresi
insulin : glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah adalah
progesteron dan estrogen .pemanjangan sekresi hormon insulindalam jumlah besar
kadang dapat menyebabkan sel beta mengalami kelelahan dan dapat menyebabkan
diabetes. Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis dan saraf
simpatis terhadap pankreas juga meningkatkan sekresi insulin.
C. Mekanisme kerja dan metabolisme insulin
C. Mekanisme kerja dan metabolisme insulin
Insulin merupakan hormon yang berfungsi sebagai second messenger yang merangsang dengan potensial listrik. Beberapa peristiwa yang terjadi setelah insulin berikatan dengan reseptor membran:
1.
Terjadi perubahan bentuk reseptor.
2.
Reseptor akan berikatan silang dan membentuk
mikroagregat.
3.
Reseptor diinternalisasi.
4.
Dihasilkan satu atau lebih sinyal.
Setelah peristiwa tersebut, glukosa akan masuk ke dalam sel dan membentuki
glikogen.
Insulin
yang telah terpakai maupun yang tidak terpakai, akan dimetabolisme. Ada dua
mekanisme untuk metabolisme insulin:
5. Melibatkan
enzim protese spesifik-insulin yang terdapat pada banyak jaringan, tetapi
banyak terdapat pada hati, ginjal, dan plasenta.
6. Melibatkan
enzim hepatik glutation-insulin transhidrogenase, yang mereduksi ikatan
disulfida, dan kemudian rantai A dan B masing-masing diuraikan dengan cepat.
D. Fungsi Insulin
Fungsi spesifik dari hormon insulin adalah untuk
menstimulasi proses glikogenesis, lipogenesis, dan sintesis protein.
E. Efek perangsangan insulin
Ø Setelah
insulin berikatan dengan membrane reseptornya -- sel tubuh sangat permeable
terhadap glukosa -- glukosa masuk dengan cepat dalam sel -- di dalam sel,
glukosa dengan cepat difosforilasi -- menjadi zat yang diperlukan untuk fungsi
metabolisme karbohidrat. Peningkatan transport glukosa -- karena penyatuan
berbagai vesikel intraselular dengan membrane sel -- vesikel ini sendiri
membawa molekul membrane protein transport glukosanya .Hal ini terutama terjadi
pada sel otot dan sel lemak tetapi tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron
dalam otak. Bila tidak ada insulin, vesikel ini terpisah dari membrane sel -- bergerak
kembali ke dalam sel.
Ø Membrane sel lebih permeable terhadap asam
amino, ion kalium, ion fosfat -- meningkatkan permeabilitas membrane terhadap
glukosa.
Ø Perubahan
kecepatan translasi mRNA pada ribosom dan perubahan kecepatan transkripsi DNA dalam inti sel.
Efek
Insulin Terhadap Metabolisme Karbohidrat
Ø Jaringan
otot bergantung pada asam lemak untuk energinya karena membrane otot istirahat
yang normal sedikit permeable terhadap glukosa kecuali dirangsang oleh insulin.
Ø Otot
akan menggunakan sejumlah glukosa selama kerja fisik sedang atau berat dan
selama beberapa jam setelah makan karena sejumlah besar insulin disekresikan.
Ø Setelah
makan -- glukosa darah naik -- insulin naik -- penyimpanan glukosa dalam bentuk
glikogen dalam hati, otot, dan sel jaringan lainnya.
Ø Glikogen
ini dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang besar dan singkat dalam
rangka menyediakan ledakan energi anaerobic melalui pemecahan glikolitik dari
glikogen menjadi asam laktat dalam keadaan tidak ada oksigen.
Ø Insulin
meningkatkan kecepatan transport glukosa dalam sel otot yang sedang istirahat paling
sedikit 15 kali lipat.
Ø Insulin
menyebabkan sebagian besar glukosa diabsorbsi sesudah makan -- kemudian
disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen -- sehingga konsentrasi glukosa darah
menurun -- sekresi insulin menurun -- glikogen dalam hati dipecah menjadi
glukosa -- dilepaskan kembali dalam darah -- untuk menjaga konsentrasi glukosa
darah tidak terlalu rendah.
Ø Insulin
menghambat fosforilase hati -- sehingga mencegah pemecahan glikogen dalam sel
hati.
Ø Insulin
meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel hati -- meningkatkan
aktivitas enzim glukokinase -- glukosa terjerat sementara dalam sel hati.
Ø Insulin
meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen ( enzim
glikogen sintetase ).
Ø Kadar
glukosa darah turun -- insulin turun -- menghentikan sintesis glikogen dalam
hati, mencegah ambilan glukosa oleh hati dari darah -- enzim fosforilase aktif
-- pemecahan glikogen menjadi glukosa fosfat -- oleh enzim glukosa fosfat,
radikal fosfat lepas dari glukosa -- glukosa masuk darah.
Ø Bila jumlah glukosa yang masuk dalam hati hati
lebih banyak daripada jumlah yang dapat disimpan sebagai glikogen / digunakan
untuk metabolisme sel hepatosit setempat -- insulin memacu pengubahan semua
kelebihan glukosa menjadi asam lemak yang dibentuk sebagai trigliserida dalam
bentuk LDL dan ditranspor dalam bentuk LDL melalui darah menuju jaringan
adipose --yang ditimbun sebagai lemak.
Ø Insulin
menghambat glukoneogenesis -- dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati
yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis -- hal ini disebabkan oleh kerja insulin
yang menurunkan pelepasan asam amino dari otot dan jaringan ekstra hepatic
lainnya.
Ø Sel
otak bersifat permeable terhadap glukosa walaupun tanpa insulin.
Ø Jika
kadar glukosa rendah -- terjadi renjatan hipoglikemik -- ditandai dengan
iritabilitas saraf progresif -- penderita pingsan, kejang, koma.
Efek
Insulin Terhadap Metabolisme Protein
v Insulin
menyebabkan pengangkutan secara aktif asam amino dalam sel. Insulin bersama GH
meningkatkan pemasukan asam amino dalam sel. Akan tetapi, asam amino yang
dipengaruhi bukanlah asam amino yang sama.
v Insulin
meningkatkan translasi mRNA pada ribosom -- terbentuk protein baru. Insulin
dapat "menyalakan" mesin ribosom.
v Insulin
meningkatkan kecepatan transkripsi DNA dalam inti sel -- jumlah RNA naik --
sintesis protein.
v Insulin
menghambat proses katabolisme protein -- mengurangi pelepasan asam amino dari
sel dan mengurangi pemecahan protein oleh lisosom sel.
v Insulin
menekan kecepatan glukoneogenesis -- dengan mengurangi aktivitas enzim.
v Tidak
ada insulin -- penyimpanan protein terhenti -- katabolisme protein meningkat --
sintesis protein terhenti -- asam amino tertimbun dalam plasma -- konsentrasi
asam amino plasma naik.
v Digunakan
sebagai sumber energi dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini
meningkatkan eskresi ureum dalam urin.
Efek
Insulin Terhadap Metabolisme Lemak
·
Pengaruh jangka panjang kekurangan
insulin menyebabkan aterosklerosis hebat, serangan jantung, stroke, penyakit
vascular lainnya.
·
Insulin meningkatkan pemakaian glukosa
dan mengurangi pemakaian lemak, sehingga berfungsi sebagai penghemat lemak.
·
Insulin meningkatkan pembentukan asam
lemak. Sintesis lemak dalam sel hati dan ditranspor dari hati melalui darah
dalam bentuk lipoprotein menuju jaringan adipose untuk disimpan.
·
Factor yang mengarah pada peningkatan
sintesis asam lemak dalam hati meliputi:
·
Insulin meningkatkan pengangkutan
glukosa dalam hati. Sesudah konsentrasi glikogen dalam hati meningkat 5 sampai
6 persen, glikogen ini akan menghambat sintesisnya sendiri. Seluruh glukosa
tambahan dipakai untuk membentuk lemak. Glukosa dipecah menjadi piruvat melalui
jalur glkolisis, dan piruvat ini selanjutnya diubah menjadi asetil ko-A,
merupakan substrat asal untuk sintesis asam lemak.
·
Kelebihan ion sitrat dan ion isositrat
terbentuk oleh siklus asam sitrat bila pemakaian glukosa untuk energi ini
berlebihan. Ion ini mempunyai efek langsung dalam mengaktifkan asetil ko-A
karboksilase, yang dibutuhkan untuk proses karboksilasi asetil ko-A untuk
membentuk malonil ko-A, tahap pertama sintesis asam lemak.
disintesisà membentuk trigliserida à o Asam lemak dilepaskan dari sel dalam hati sendiri hati dalam darah dalam bentuk lipoprotein. Insulin mengaktifkan lipoprotein lipase yang memecah trigliserida menjadi asam lemak yang kemudian diabsorbsi dalam sel lemak dan diubah kembali menjadi trigliserida untuk disimpan.
disintesisà membentuk trigliserida à o Asam lemak dilepaskan dari sel dalam hati sendiri hati dalam darah dalam bentuk lipoprotein. Insulin mengaktifkan lipoprotein lipase yang memecah trigliserida menjadi asam lemak yang kemudian diabsorbsi dalam sel lemak dan diubah kembali menjadi trigliserida untuk disimpan.
·
Insulin mempunyai 2 efek penting untuk
menyimpan lemak dalam sel lemak:
·
Insulin menghambat kerja lipase
sensitive hormone sehingga pelepasan asam lemak dari jaringan adipose ke dlaam
sirkulasi darah terhambat.
·
Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa
melalui membrane sel dalam sel lemak. Glukosa ini dipakai untuk sintesis
sedikit asam lemak.Yang lebih penting, glukosa dipakai untuk membentuk alfa
gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol berikatan dengan asam lemak
membentuk trigliserida yang disimpan dalam sel lemak. Jika tidak ada insulin,
penyimpanan asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir
dihambat.
·
Tidak ada insulin -- enzim lipase
sensitive hormone aktif -- hidrolisis trigliserida yang disimpan dalam hati --
melepaskan asam lemak+gliserol dalam darah -- konsentrasi asam lemak dalam
darah naik -- dijadikan sumber energi utama bagi seluruh jaringan tubuh selain
otak. Asam lemak yang berlebihan dalam plasma meningkatan pengubahan asam lemak
menjadi fosfolipid+kolesterol. Konsentrasi kolesterol yang tinggi inilah yang
mempercepat perkembangan aterosklerosis pada penderita diabetes yang parah.
·
Tidak ada insulin -- kelebihan asam
lemak dalam sel hati -- mekanisme pengangkutan karnitin --mengangkut asam lemak
dalam mitokondria sangat aktif -- dalam mitokondria, asam lemak melapas asetil
ko-A -- asam asetoasetat -- dilepaskan dalam sirkulasi darah -- sel perifer
--asetil ko-A -- energi. Perlu diingat, tidak semua asam asetoasetat dapat
dimetabolisme di jaringan perifer karena jumlahnya yang banyak. Keadaan ini
menyebabkan keadaan asidosis cairan tubuh yang berat. Asam asetoasetat diubah
menjadi asam beta hidroksibutirat dan aseton. Ketiganya merupakan badan keton
yang dapat menimbulkan ketosis. Sedangkan, asam aetoasetat dan asam beta
hidroksibutirat menyebabkan asidosis -- koma -- kematian.
2.5. Epidemiologi
Menurut
data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita
Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar
5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006
diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14
juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka
baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi di masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Diabetes Meletus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta orang, tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes meletus sudah terdiagnosis sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerikas Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru di diagnosis setip tahunnya. (Healthy People, 1990). Jumlah penderita DM di dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat, jumlah pasien DM di dunia dari tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih 150 juta, tahun 2000= 175,4 juta (1 ½ kali tahun 1994), tahun 2010=279,3 juta (+ 2 kali 1994) dan tahun 2020 = 300 juta atau + 3 kali tahun 1994. Di Indonesia atas dasar prevalensi + 1,5 % dapatlah diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, 1998= 3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 = 6,5 juta.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi di masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Diabetes Meletus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta orang, tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes meletus sudah terdiagnosis sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerikas Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru di diagnosis setip tahunnya. (Healthy People, 1990). Jumlah penderita DM di dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat, jumlah pasien DM di dunia dari tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih 150 juta, tahun 2000= 175,4 juta (1 ½ kali tahun 1994), tahun 2010=279,3 juta (+ 2 kali 1994) dan tahun 2020 = 300 juta atau + 3 kali tahun 1994. Di Indonesia atas dasar prevalensi + 1,5 % dapatlah diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, 1998= 3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 = 6,5 juta.
6.6. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi
Diabetes melitus dan penggolongan intoleransi glukosa yang lain:
1. Insulin
Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kelainan kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di pangkreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin.
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kelainan kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di pangkreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin.
2. Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) Yaitu diabetes resisten, lebih
sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan penderita
kelebihan berat badan, ada kecendrungan familiar, mungkin perlu insulin pada
saat hiperglikemik selama stres.
3. Diabetes
Melitus tipe yang lain Yaitu Diabetes melitu yang berhubungan dengan keadaan
atau sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit
pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor
insulin dan sindroma genetik tertentu.
4. Impared
Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa) Kadar glukosa antara normal dan
diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak berubah.
5. Gestasional
Diabetes Melitus (GDM) Yaitu intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang
aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai tiga kali lipat dari
keadaan normal. Bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga
relatif hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemia.
6.7. Etiologi
1. Diabetes
Melitus Tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin / IDDM)
Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :
Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :
a. Otoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic acid decarboxylase (GAD). dan antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic acid decarboxylase (GAD). dan antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.
b. Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin / NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin / NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak
tergantung kepada insulin NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.
2.8. Faktor Resiko
Penyebab resistensi insulin pada
diabetes melitus pada pasien dengan gangguan eksokrin dan endokrin pada
pancreas tidak begitu jelas tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
1. Kelainan
Genetik
Diabetes dapt menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
Diabetes dapt menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3. Gaya Hidup Stres
Stres
kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak serta gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan pada kerja pankreas.
Beban pangkreas yang berat akan berdampak pada penurunan insulin.
4. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
6. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
2.9.Patofisiologi
Pada
diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik
sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan tipe
histokompabilitas (Human Leucocyt Antigen/HLA) spesifik. Tipe gen
histokompabilitas ini adalah yang memberi kode pada protein yang berperan
penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon sel T
yang merupakan bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan, fungsi
limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan
pulau langerhans. Sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan
kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor yang disebabkan oleh
berkurangnya tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap
insulin atau akibat ketidakabnormalan reseptor intrinsik insulin. Akibatnya,
terjadi penggabungan abnornmal antara komplek reseptor insulin dengan sistem
transpor glukosa. Ketidakabnormalan posreseptor ini dapat menggangu kerja
insulin. (Sylvia A Price:2006)
Jadi sebagian besar patologi Diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.
Jadi sebagian besar patologi Diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.
1. Hiperglikemia
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian diolah menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia).
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian diolah menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia).
2. Hiperosmolaritas
Pada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi dan memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
Pada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi dan memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
3. Starvasi
Seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari starvasi seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel antara lain:
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari starvasi seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel antara lain:
1. Defisiensi
insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral
yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak
terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka
miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga menggunakan asam
lemak bebas (keton). Kondisi ini ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan
otot dan rasa mudah lelah.
2. Strarvasi seluler juga akan mengakibatkan
peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat
yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan menyebabkan
penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pembentuk
protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea
dalam hepar dan dieksresikan melalui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh
menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian
jaringan yang rusak.
3. Starvasi
juga akan berdampak peningkatan mobilisasi lemak (lipolisis) asam lemak bebas.
Trigliserida dan gliserol yang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat
bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan untuk melakukan aktivitas
sel.
4. Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme
penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan (polifagi).
2.10. Manifestasi Klinis
2.10. Manifestasi Klinis
Gejala awalnya berhubungan dengan efek
langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas
160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah
besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah
yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak
(poliuri). Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal
ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang
menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.
(http://www.mail-archive.co/dokter-umum@yahoogroups.com/msg00070-html)
2.11. Komplikasi
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang
menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.
(http://www.mail-archive.co/dokter-umum@yahoogroups.com/msg00070-html)
2.11. Komplikasi
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma
Hiplogikemia
Koma
hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan diabetic yang melebihi dosis
yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah. Glukosa yang
ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.
b. Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan yang mengakibatkan asidosis.
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan yang mengakibatkan asidosis.
c. Koma
hiperosmolar nonketotik
Koma
ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena
banyak diekresi lewat urin.
2. Komplikasi
yang bersifat kronik
a. Makroangipati
yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah
tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami
atherosclerosis sering terjadi pada DMTII/NIDDM. Komplikasi makroangiopati
adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler
perifer.
b. Mikroangiopati
yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika, nefropati diabetic.
Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan
membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita
DMTI/IDDM yang terjadi neuropati,nefropati, dan retinopati. Nefropati terjadi
karena perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fingsi ginjal yang menyebabkan
komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus penyakit ginjal dapat
berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.
Retinopati adalah adanya perubahan dalam retina karena penurunan protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan.
Retinopati mempunyai dua tipe yaitu:
Retinopati adalah adanya perubahan dalam retina karena penurunan protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan.
Retinopati mempunyai dua tipe yaitu:
1. Retinopati
back graund dimulai dari mikroneuronisma di dalam pembuluh retina menyebabkan
pembentukan eksudat keras.
2. Retinopati
proliferasi yang merupakan perkembangan lanjut dari retinopati back ground,
terdapat pembentukan pembuluh darah baru pada retina akan berakibat pembuluh
darah menciut dan menyebabkan tarikan pada retina dan perdarahan di dalam
rongga vitreum. Juga mengalami pembentukan katarak yang disebabkan oleh
hiperglikemi yang berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
3. Neuropati
diabetika Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori
mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
4. Rentan infeksi seperti tuberculosis paru,
gingivitis, dan infeksi saluran kemih.
5. Kaki diabetik, Perubahan mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.
Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren,
penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang
terjadinya trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.
2.12. Pencegahan
Jumlah pasien diabetes mellitus dalam kurun waktu
25-30 tahun yang akan datang akan sangat meningkat akibat peningkatan
kemakmuran, perubahan pola demografi dan urbanisasi. Di samping itu juga karena
pola hidup yang akan berubah menjadi pola hidup beresiko. Mengingat jumlah
pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang
terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik
adalah pencegahan .pencegahan adalah upaya yang harus dilaksanakan sejak dini,
baik pencegahan primer, sekunder maupun tersier dengan melibatkan berbagai
pihak yang terkait seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain.
Menurut
WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu:
1. Pencegahan
primer Semua aktivitas yang ditunjukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan ini adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupanya menjadi sangat luas. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindaripola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampaye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik dan harus mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat badan agar tidak gemuk, denagn olah raga teratur. Dengan menganjurkan olah raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes.
Pencegahan ini adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupanya menjadi sangat luas. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindaripola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampaye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik dan harus mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat badan agar tidak gemuk, denagn olah raga teratur. Dengan menganjurkan olah raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes.
2. Pencegahan sekunder Menemukan pengidap DM
sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi risiko
tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebellumnya tidak terdiagnosis
dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk merncegah
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible.
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien DM yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak mudah memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh. Syrat untuk mencegah komplikasi adalahkadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati nangka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipit itu harus diutamakan cara-car nonfarmakologis dahulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain.bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin.
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien DM yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak mudah memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh. Syrat untuk mencegah komplikasi adalahkadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati nangka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipit itu harus diutamakan cara-car nonfarmakologis dahulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain.bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin.
Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan
tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan,
ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan
kesehatan mulai dari rumah sakit kelas A sampai ke unit paling depan yaitu
puskesmas. Di samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan
keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan
komplikasi. Usaha ini akan lebih berhasil bila cakupan pasien DM juga luas ,
artinya selain pasien DM yang selama ini sudah berobat juga harus dapat
mencakup pasien DM yang belum berobat atau terdiagnosis, misalnya kelompok
penduduk dengan risiko tinggi.
3. Pencegahan
tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Upaya ini meliputi:
1. Mencegah
timbulnya komplikasi
2. Mencegah
progesi dari pada komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ dan
kegagalan organ
3. Mencegah
kecacatan tubuh Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali baik
antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya.dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi pasien untuk mengendalikan komplikasinya.
Strategi Pencegahan
Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan
ini diperlukan suatu strategi yang efektif dan efisien untuk mendapatkan hasil
yang meksimal, ada 2 macam strategi untuk dijalankan antara lain:
1. Pendekatan
populasi/masyarakat (population/community approach)
Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah DM tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM, pemuka masyarakat dan agama).
Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah DM tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM, pemuka masyarakat dan agama).
2. Pendekatan
individu berisiko tinggi Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada
individu-individu yang berisiko untuk menderita DM pada suatu saat kelak. Pada
golongan ini termasuk individu yang berumur > 40 tahun, obesitas,
hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat DM
pada saat kehamilan, dislipidemia.